Menyikapi Nepotisme

Nepotisme boleh dibilang ‘adik kandung’ dari Kolusi dan Korupsi yang hangat dibicarakan semenjak bergulirnya era reformasi dewasa ini. Lebih tepatnya ketika Soeharto berkuasa di negeri ini, sistem nepotisme sarat dalam pemerintahannya. Karena kepala negara sudah demikian, maka hampir di seluruh Indonesia, kepala-kepala pemerintahan baik dari tingkat gubernur, bupati, hingga kepala-kepala kampung tidak terlepas dari unsur nepotisme ini.

Tidak sampai disitu, sampai pada kehidupan sehari-hari selalu muncul sikap-sikap napotis dan bahkan telah melekat pada diri manusia dan tidak akan pernah hilang. Orde lama itu identik dengan KKN, tetapi juga masih terpelihara secara rapi dalam orde reformasi ini.

Bila melekat dalam diri manusia, apakah seorang pemimpin yang lebih mengedepankan nepotisme akan berhasil membangun sebuah masyarakat yang adil dan makmur, seperti yang telah dicita-citakan oleh pendiri negeri ini? Bagaimana dengan good governance yang telah menjadi cita-cita kebanyakan bangsa?

Sebenarnya, negeri ini terdiri dari banyak etnis yang mesti dibangun berdasarkan falsafah ‘Bhineka Tunggal Ika’. Tidak ada istilah seseorang menjadi pemimpin lalu hanya berdiri di tengah keluarganya sendiri. Itu namanya napotis. Seorang pemimpin di negeri ini adalah seorang pemimpin yang keluar dari tindakan-tindakan KKN.

Ia berdiri sebagai orang umum, baik di rumah, di kantor maupun dalam pergaulan sehari-hari. Idealnya, seorang pemimpin menurut keinginan para pendiri bangsa yaitu, seorang yang selalu membuang jauh-jauh sifat-sikap primordialisme, lalu mau membangun rakyat Indonesia dari Aceh sampai Papua.

 

Menarik lainnya

© 2023 Pengertian.Apa-itu.NET