Upaya Pengendalian Hujan Asam

Usaha untuk mengendalikan hujan asam ialah menggunakan bahan bakar yang mengandung sedikit zat pencemar, menghindari terbentuknya zat pencemar saat terjadinya pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas buangan dan penghematan energi.

  • Bahan Bakar Dengan kandungan Belerang Rendah

Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Minyak bumi merupakan sumber bahan bakar dengan kandungan belerang tinggi. Penggunaan gas alam akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran gas ini dapat menambah emisi metan.

Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non-belerang misalnya metanol, etanol dan hidrogen. Akan tetapi penggantian jenis bahan bakar ini harus dilakukan dengan hati-hati, jika tidak akan menimbulkan masalah yang lain. Misalnya pembakaran metanol menghasilkan dua sampai lima kali formaldehide daripada pembakaran bensin. Zat ini mempunyai sifat karsinogenik  yaitu pemicu kanker.

  • Mengurangi kandungan Belerang sebelum Pembakaran

Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi tertentu. Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara biasanya dicuci untuk membersihkan batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta mengurangi kadar belerang yang berupa pirit  yaitu belerang dalam bentuk besi sulfide sampai 50-90.

  • Pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran

Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan NOx pada waktu pembakaran telah dikembangkan. Salah satu teknologi ialah lime injection in multiple burners (LIMB). Dengan teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai 80% dan NOx 50%.

Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi dengan belerang dan membentuk gipsum yaitu kalsium sulfat dihidrat. Penurunan suhu mengakibatkan penurunan pembentukan NOx baik dari nitrogen yang ada dalam bahan bakar maupun dari nitrogen udara.

Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur atau Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD. Ke dalam alat ini kemudian disemprotkan udara sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3.

Gas buang selanjutnya “didinginkan” dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O) membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH)2 sehingga diperoleh hasil pemisahan berupa gipsum (gypsum). Gas buang yang keluar dari sistem FGD sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis karena memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam.

  • Setelah Pembakaran

Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas ilmiah hasil pembakaran. Teknologi yang sudah banyak dipakai ialah fle gas desulfurization (FGD). Prinsip teknologi ini ialah untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yang disebut scubbing. Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat diikat.

Kerugian dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah dapat pula diubah menjadi gipsum yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Cara lain ialah dengan menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagi pupuk.

Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan melalui proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misal untuk bahan bangunan.

  • Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)

Prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana produk harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah sampah atau limbah yang dihasilkan dapat dikurangi.

Teknologi yang digunakan juga harus diperhatikan, teknologi yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti dengan teknologi yang lebih baik dan bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan perubahan gaya hidup.

Menarik lainnya

© 2023 Pengertian.Apa-itu.NET