Dimensi Stratifikasi Sosial

Privilege, prestise dan power merupakan tiga dimensi yangdipergunakan oleh sebagian para sosiolog dalam menjelaskan stratifikasisosial. Tidak semua tokoh menggunakan ketiganya, ada yang hanyamenggunakan satu dimensi untuk menjelaskan stratifikasi, ada yang lebihdari satu. Sekarang mari kita bahas satu persatu pengertian dari dimensi-dimensi tersebut. Privilege merupakan dimensi stratifikasi sosial yang berkaitan dengankekayaaan atau ekonomi dari individu atau kelompok tertentu dalam suatu masyarakat.

Faktor-faktor yang digunakan dalam mengukur privilege ini diantaranya adalah pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan kepemilikan. Dimensi kedua adalah prestise, dimensi ini berkaitan dengan nilai-nilai kehormatan yang diyakini oleh suatu masyarakat dalam memandang haltertentu yang melekat pada individu atau sekelompok orang. Pengukurandimensi prestise ini sangat berkaitan dengan budaya suatu masyarakat. Nilaibudaya suatu masyarakatlah yang memberikan keistimewaaan pada hal-haltertentu, misalnya kebangsawanan, kemampuan di bidang keagamaan (Ulama, kyai, Pastur). Dimensi terakhir adalah power, dimensi ini berkaitandengan kekuasaan yang dimiliki oleh individu atau sekelompok orang. Berbicara mengenai kekuasaan tentu saja sangat berkaitan dengan kekuatanyang dapat mempengaruhi orang lain.

Tidak semua tokoh sosiologi menggunakan ketiga dimensi ini dalam melihat stratifikasi sosialdalam suatu masyarakat. Salah satu tokoh yang menggunakan satu dimensidalam melihat stratifikasi sosial dalam suatu masyarakat adalah Karl Marx.Tokoh ini menjelaskan bahwa di dalam masyarakat industri hanya ada duakelas, yaitu kelas Borjuis dan kelas Proletar. Perbedaan kedua kelas iniadalah pada kepemilikan alat produksi. Kelas Borjuis adalah kelas yangmemiliki alat produksi, sedangkan kelas proletar adalah kelas yang tidak memiliki alat produksi (Kamanto Sunarto, 2000: 92). Pada perkembangan masyarakat yang sangat kompleks saat ini teori Marx ini tentunya banyak mendapatkan kritikan dalam masyarakat. Selain dikarenakan kelas dalammasyarakat menjadi banyak sehingga tidak dapat hanya dibagi ke dalam duakelas, juga adanya faktor lain yang menentukan pembagian kelas secaravertikal dalam masyarakat.

Sekarang mari kita lihat para sosiolog yang menggunakan ketiga dimensi tersebut untuk menjelaskan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Tokoh pertama adalah Max Weber. Ia menjelaskan ketiga dimensi tersebut dengan memperkenalkan konsep-konsep kelas, kelompok status, dan partai. Kelas sosial dijelaskannya sebagai kesamaan dalam hal peluang untuk hidup atau nasib. Hal ini sangat berkaitan dengan penguasaan atas barang dan kesempatan memperoleh penghasilan dalam pasaran komoditas atau pasaran kerja. Kelompok status oleh MaxWeber dijelaskan sebagai perbedaan anggota masyarakat yang disebabkan oleh ukuran kehormatan. Kelompok status ini ditandai oleh persamaan gaya hidup, berbagai hak istimewa, monopoli atas barang dan kesempatan ideal maupun material. Sedangkan partai dijelaskan oleh Max Weber sebagai suatu gejala pembedaan masyarakat yang lebih didasarkan karena factor kekuasaan. Kekuasaan oleh Weber diartikan sebagai peluang bagi seseorang atau sejumlah orang untuk mewujudkan keinginan mereka sendiri melalui suatu tindakan komunal, meskipun tindakan tersebut mengalami pertentangan dari kelompok lain yang ikut serta dalam tindakan komunal.

Tokoh kedua yang menggunakan ketiga dimensi stratifikasi adalah PeterBerger. Ia menjelaskan stratifikasi sosial sebagai penjenjangan masyarakat menjadi atasan-bawahan. Pembedaan masyarakat menjadi atasan dan bawahan didasarkan pada dimensi kekuasaan, kekayaan, dan kehormatan.

Tokoh ketiga yang menggunakan ketiga dimensi stratifikasi adalahJeffries and Randsford. Mereka mengikuti pemikiran Max Weber dengan membedakan tiga macam stratifikasi, yaitu hirarki kekuasaan yang berdasarkan kekuasaan, hirarki kelas yang berdasarkan penguasaan atas barang dan jasa, dan hirarki status yang didasarkan pada pembagian kehormatan dan status sosial. Adanya dimensi dari stratifikasi sosial ini mengarahkan kepada kita bahwa ketika kita melakukan pembedaan masyarakat secara vertikal, kita harus terlebih dahulu menetapkan dimensi mana yang akan kita gunakan. Bila kita menggunakan dimensi privilege maka kita mengfokuskan pada kriteria ekonomi, hal ini berarti kita lebih membicarakan mengenai kelas sosial atau hirarki kelas. Bila kita lebih memfokuskan pada kriteria kehormatan maka kita lebih membicarakan mengenai kelompok status atau hirarki status. Dan tentunya bila kita memfokuskan pada dimensi kekuasaan kita akan lebih membicarakan masalah hirarki kekuasaan.

Apakah ketiganya tidak dapat kita gunakan sekaligus untuk melihat stratifikasi dalam masyarakat? Mungkin pertanyaan seperti itu muncul. Kajian terhadap ketiga dimensi dalam melihat stratifikasi sosial tentu akan lebih baik, hal ini akan lebih menunjukan kompleksitas dalam masyarakat secara hirarki. Mengapa? Karena dengan menggunakan ketiga dimensi tersebut Anda akan menemukan seorang tokoh masyarakat yang memiliki posisi atas untuk ketiga dimensi, ada yang hanya memiliki posisi atas di dua dimensi namun dimensi lainnya rendah, atau justru hanya menempati posisiatas di satu dimensi. Misalnya saja seorang pemimpin pesantren di suatudesa, Ia akan menempati posisi atas pada dimensi power, menempati posisi menengah di dimensi privilege karena hasil pertaniannya hanya cukup untuk membiaya pesantrennya, dan menempati posisi rendah di dimensi power,karena kegiatannya hanya dilakukan dalam hal keagamaan, dimanapengaruhnya hanya pada para santri dan tidak pada seluruh mayarakat di desa tersebut.

Daftar Pustaka

  • Febriana, Eny. 2010. Stratifikasi sosial. http://www.scribd.com/doc/25198935/Stratifikasi-Sosial
  • Bruce J. Cohen. (1992). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.
  • Kamanto Sunarto. (2000). Pengantar Sosiologi. Jakarta: FE-UI.
  • Robert M. Z. Lawang. (1994). Pengantar SOSIOLOGI. Jakarta: UniversitasTerbuka.
  • Paul B. Horton dan Chester L. Hunt. (1992). Sosiologi. Jilid 2. Jakarta:Erlangga.

Menarik lainnya

© 2023 Pengertian.Apa-itu.NET