1. Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia

– Sekitar abad ke -13 di Indonesia berkembang kerajaan – kerajaan yang bercorak Islam atau di sebut kesultanan. Salah satu bentuk dan pengaruh masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia dalam bidang politik (pemerintah) secara sederhana adalah istilah terkait dengan ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan yang tentu saja bercorak Islam.

Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia

Sejak sekitar abad ke -13 di Indonesia berkembang pula kerajaan – kerajaan bercorak Islam atau di sebut kesultanan, diantaranya Kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam di Indonesia secara sederhana adalah istilah terkait dengan sebagai berikut.

Kerajaan Perlak (Kerajaan Islam pertama dan tertua di Indonesia)

Kerajaan Perlak didirikan pada tanggal 1 Muharam 225 H ( 840 Masehi ) dengan Raja yang pertama secara sederhana adalah istilah terkait dengan Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah.

Bukti – bukti peninggalannya sejarah yang dapat di gunakan untuk mendukung dan membuktikan mengenai keadaan kerajaan Perlak ada tiga, yakni mata uang Perlak, stempel kerajaan dan makam raja- raja Benoa.

Sumber-sumber sejarah tentang kerajaan Perlak secara sederhana adalah istilah terkait dengan sebagai berikut.

  • Kitab Tazkirah Thabakat Jumu Sultan As Salathin, karya Syekh Syamsul Bahri Abdullah As Asyi.
  • Kitab Idharatul Haq fi Mamlakatil Ferlah wal Fasi, karya Abu Ishak Makarani Al Fasy.
  • Silsilah raja-raja Perlak dan Pasai, catatan Sayid Abdul Ibnu Sayid Habib Saifuddin.
  • Mata uang Perlak yang terbuat dari emas, perak, dan tembaga.
  • Stempel kerajaan Perlak.
  • Makam raja Benoa, nisan tersebut dibuat pada abad ke-11 Masehi.

Adapun raja-raja yang pernah memerintah kerajaan Perlak secara sederhana adalah istilah terkait dengan sebagai berikut.

  • Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah (840-864 M).
  • Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdurrahim Syah (864-888 M).
  • Sultan Alaidin Sayid Maulana Abbas Syah (888-913 M).
  • Sultan Alaidin Sayid Maulana Ah Mughayat Syah (915-918 M).

Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai berdiri sekitar abad ke – 13, terletak di Aceh Utara (Kabupaten Loksumawe sekarang). Raja pertama secara sederhana adalah istilah terkait dengan Sultan Malik Al – Saleh, yang sebelumnya bernama Meurah Silu. Salah satu peninggalannya secara sederhana adalah istilah terkait dengan “batu nisan Sultan Malik al – Saleh”. Berangka tahun 1297.

Hal ini karena didorong oleh:

  • surutnya Kerajaan Sriwijaya.
  • Ietaknya strategis.

Banyak ulama dan pedagang Arab serta Gujarat giat menyebarkan agama Islam di sini. Setelah Malik AI Saleh wafat diganti oleh Sultan Maik AI Tahir, pada masa ini singgah seorang musafir bernama lbnu Batutah dalam perjalanannya ke Cina. Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai pada saat diperintah oleh Sultan Mausur Malik az-Zahir. Tahun 1521 dikuasai oleh bangsa Portugis, tahun 1524 oleh Ali Mughayat Syah (Aceh).

Kerajaan Aceh

Kerajaan Aceh didirikan oleh Sultan Ibrahim yang bergelar Sultan Al Mughayat Syah dengan pusat kerajaan di kota Raya ( Banda Aceh sekarang). Masa pemerintahannya dari tahun 1514 – 1528. Dalam bidang keagamaan, kerajaan Aceh mampu menjadikan negerinya sebagai pusat penyebaran dan pengembangan agama Islam. Di Aceh banyak lahir ulama besar seperti Hamzah Fansuri dan Nurruddin Ar – Raniri yang menciptakan karya – karya sastra yang bercorak Islam.

Aceh mulai berkembang pesat setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis. Masa pemerintahan Sultan Ibrahim, Pedir dapat ditaklukkan, sehingga wilayah Aceh meliputi pantai barat Sumatra, Tapanuli, Indrapura, pantai timur Sumatra, Selat Malaka. Aceh mengalami masa kejayaan pada masa Sultan Iskandar Muda(1 607-1636). Sistem pemerintahan yang dijalankan secara sederhana adalah istilah terkait dengan pemerintahan sipil atas dasar agama. Dan di masa ini pula lahir ahli-ahli tassawuf seperti Hamzah Fansyuri dan Syamsuddin As Smatrani.

Kemunduran Aceh setelah wafatnya Iskandar Muda, pada saat diperintah oleh Sultan Iskandar Tani (1636—1641).

Kerajaan Demak (Kerajaan Islam Pertama di Pulau Jawa)

Kerajaan Islam pertama yang berdiri secara sederhana adalah istilah terkait dengan kerajaan Demak, didirikan oleh Raden Fatah sekitar tahun 1500. Pusat kerajaan Demak terwujud pada masa pemerintahan Sultan Trenggana. Ia dapat menjadikan Demak sebagai kerajaan Islam terbesar di pulau Jawa. Pada waktu itu daerah kekuasaan Demak hampir sebagian besar pulau Jawa dan kehidupan masyarakatnya pun cukup makmur. Letak kerajaan Demak di daerah Bintoro, Demak. Pusat pemerintahan kerajaan berada antara pelabuhan Bergota dan Jepara. Dalam menjalankan tugasnya, la didampingi oleh Sunan Kalijaga. Wilayahnya meliputi: Jepara, Semarang, Tegal, Palembang, Jambi, sebagian Kalimantan dan pulau-pulau antara Kalimantan, dan Sumatra.

Tahun 1513 Demak menyerang Portugis di Malaka dipimpin oleh Pati Unus yang kemudian dikenal dengan nama Pangeran Sabrang Lor (putra Raden Patah). Setelah Raden Patah wafat, Pati Unus lah yang menggantikannya, tetapi tidak lama, hanya tiga tahun (1518-1521). Karena beliau wafat, kedudukan digantikan oleh Sultan Trenggana. Di bawah pemerintahan Sultan Trenggana, Demak mencapai puncak kejayaan. Kejadian-kejadian penting pada masa pemerintahan Sultan Trenggana antara lain sebagai berikut.

  • Tahun 1525 berhasil merebut Sunda Kelapa, dipimpin oleh Fatahillah.
  • Tahun 1527 berhasil merebut dan meng-Islamkan Banten dan sekitarnya.
  • Tahun 1527 berhasil menyerang Majapahit. Peralatan upacara Majapahit diboyong ke Demak.
  • Tahun 1546 Sultan Trenggana wafat saat berusaha menaklukkan wilayah Pasuruan.

Sepeninggal Sultan Trenggana terjadi kekacauan yang disebabkan oleh perebutan kekuasaan antara Haryo Penangsang (anak Sultan Trenggana) dengan Pangeran Prawoto (awak Sultan Tenggana). Sampai akhirnya untuk mengatasi kemelut di Demak tampillah Joko Tingkir atau Mas Karebet (menantu Sultan Trengana). Dengan dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan, akhirnya Haryo Penangsang dapat dikalahkan (1568). Jaka Tingkir kemudian memegang pemerintahan di Demak lalu dipindahkan ke Pajang.

Kerajaan Pajang

Kerajaan Pajang (Jawa Timur) didirikan oleh Adiwijaya (Jaka Tingkir) pada tahun 1568. Pada masa pemerintahannya, kerajaan berkembang dengan pesat. Pada tahun 1582, Adiwijaya wafat, kekuasaan di pegang oleh Pangeran Benawa ( Putra Adiwijaya) dan sekitar tahun 1586 kerajaan Pajang di pindahkan ke Mataram.

Joko Tingkir menjadi raja bergelar Sultan Hadiwijaya. Berdirinya Kerajaan Pajang tahun 1568, karena letaknya di pedalaman, Pajang tumbuh sebagai kerajaan bercorak agraris, berbeda dengan Demak sebagai kerajaan maritim.

Kerajaan Pajang tidak bertahan lama, karena sepeninggal Sultan Hadiwijaya (tahun 1582), terjadilah perebutan kekuasaan antara Arya Pangiri (putra Sunan Prawoto) melawan Pangeran Benawa (anak Sultan Hadiwijaya). Atas bantuan Sutawijaya (anak Ki Gedhe Pemanahan) Pangeran Benawa berhasil menaklukkan Aryo Pangiri. Setelah Arya Pangiri dapat dikalahkan, maka yang seharusnya Pangeran Benawa naik tahta kerajaan, justru diserahkan kepada Sutawijaya. Tetapi oleh Sutawijaya, ibu kota dipindahkan ke Mataram. Kemudian berdirilah Kerajaan Mataram Islam. Pangeran Benawa sendiri menjadi Bupati Lumajang.

Kerajaan Mataram Islam

Kerajaan Mataram didirikan pada tahun 1586 oleh Sutawijaya yang bergelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayiddin Panatagama. Raja terkenal lainnya di Mataram secara sederhana adalah istilah terkait dengan Sultan Agung (1613 – 1645) yang berhasil membawa Mataram ke puncak kejayaannya, karena ia sebagai seorang Raja yang cukup ramah dan di segani semua kalangan Mataram.

Karena letaknya di pedalaman maka cenderung berkembang sebagai kerajaan agraris. Tahun 1601 Sutawijaya wafat, digantikan oleh Mas Jolang yang kalah. Setelah meninggal dunia bergelar Pangeran Seda Krapyak. Puncak kejayaan Mataram pada masa Sultan Agung (1614-1645), di mana daerah kekuasaannya meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Barat.

Kemajuan yang dicapai oleh Sultan Agung meliputi:

Bidang Politik

  • Berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.
  • Memiliki sikap antihegemoni asing, terbukti menyerang keberadaan VOC di Batavia (Jakarta) pada tahun 1628 dan tahun 1629 namun mengalami kegagalan.

Bidang Ekonomi

  • Berhasil meningkatkan produksi beras.
  • Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa yang berdampak peningkatan ekonomi terutama dalam perdagangan dan pelayaran.

Bidang Sosial Budaya

  • Timbulnya budaya kejawen yang secara sederhana adalah istilah terkait dengan akulturasi budaya Islam dengan budaya yang telah berkembang sebelum Islam.
  • Mengganti tarikh Hindu yang didasarkan peredaran matahari dengan tarikh Islam.
  • Berkembangnya kesusasteraan Jawa. Karya sastra yang terkenal berjudul sastra Gending, Niti Sastra, Niti Sruti, dan Astabrata.

Tahun 1645 Sultan Agung wafat, dimakamkan di Imogiri (Jogjakarta). Setelah Sultan Agung wafat, kerajaan Mataram mengalami kemunduran yang disebabkan adanya pemberontakan dan perebutan kekuasaan.

Kerajaan Banten

Kerajaan Banten berdiri sekitar tahun 1522, dengan raja pertama secara sederhana adalah istilah terkait dengan Sultan Hasanudin anak Sunan Gunung Jati. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten mencapai masa kejayaannya, pelabuhan Banten menjadi pelabuhan Internasional yang dikunjungi oleh berbagai bangsa.

Setelah melepaskan diri dari ikatan Kerajaan Demak. Posisi Banten menjadi ramai dan strategis setelah jalan perdagangan melewati Selat Sunda. Hal ini terjadi karena Malaka dikuasai oleh Portugis sehingga para pedagang Islam mengalihkan jalur perdagangan dari Aceh melalui pantai barat Sumatra, Selat Sunda kemudian menuju Banten.

Fatahillah menyerahkan Banten kepada putranya yang bernama Hasanuddin. Pada masa itu wilayahnya sangat luas sampai ke Palembang, Bengkulu, dan Sumatra Barat. Tahun 1570 Sultan Hasanuddin wafat digantikan oleh putranya bernama Panembahan Yusuf. Raja-raja Banten giat menyebarkan Islam. Hal ini terlihat tahun 1579 berhasil menundukkan Pajajaran (Hindu) dan mereka yang tidak mau menenima Islam dan menyingkir ke Banten Selatan yang kemudian dikenal dengan suku Badui. Tahun 1580 Panembahan Yusuf meninggal kemudian digantikan oleh Maulana Muhammad.

Pada masa inilah Belanda mulai datang ke Indonesia yang mendarat di pelabuhan Banten dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Maulana Muhammad menjadi raja dengan gelar Kanjeng Ratu Banten. Puncak kejayaan Banten terjadi pada masa Sultan Ageng Tirtayasa. Dan keruntuhannya saat dipegang oleh Sultan Haji, karena bersekutu dengan VOC Belanda, yang pada akhirnya Banten benar-benar dikuasai oleh Belanda.

Kerajaan Cirebon

Kerajaan Cirebon di bangun dan diperintah pertama kali oleh Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatulah) yang bertugas untuk menyebarkan agama Islam ke kawasan Jawa Barat, bahkan oleh Sultan Demak, Sunan Gunung Jati diperintahkan untuk memegang kekuasaan di Cirebon. Di bawah pemerintahannya, Cirebon menjadi pusat perdagangan dan penyebaran agama Islam di Jawa Barat. Untuk meneruskan pemerintahannya di Cirebon diangkat putranya yang bernama Pangeran Pasarean. Raja inilah yang menurunkan raja – raja Cirebon lainnya.

Didirikan oleh Faletehan. Beliau secara sederhana adalah istilah terkait dengan seorang politikus, ulama, dan prajurit. la memerintah hanya sebentar karena lebih menekuni bidang agama, yang kemudian menjadi anggota Wali sanga dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Tahta Cirebon diserahkan pada cucunya yaitu Panembahan Ratu. Setelah Faletehan wafat Kerajaan Cirebon berangsur-angsur mengalami kemunduran.

Kerajaan Makassar (Gowa dan Tallo) .

Kerajaan Makasar secara sederhana adalah istilah terkait dengan gabungan dari dua buah kerajaan yaitu Gowa dan Tallo. Kerajaan Makasar mencapai masa kejayaannya semenjak di perintah oleh Sultan Hasanudin dan tahun 1653 sampai dengan 1669. Makasar secara sederhana adalah istilah terkait dengan salah satu pusat perdagangan dan pelabuhan yang mampu menyediakan rempah – rempah yang di datangkan dari Maluku dan kelapa yang di hasilkan dari daerahnya sendiri.

Abad ke-16 Gowa dan Tallo bergabung menjadi satu kerajaan yaitu Kerajaan Makassar dengan ibu kota Somaopu. Raja Gowa yaitu Daeng Manrabuja. Setelah masuk Islam dan menjadi raja dengan gelar Sultan Alaudin, sedangkan raja Tallo yaitu Kraeng Matoaya menjadi Mangkubumi (patih) dengan gelar Sultan Abdullah. Letak Kerajaan Makassar sangat strategis sehingga menjadi pelabuhan transito, menghubungkan pelayaran Malaka dan Jawa ke Maluku.

Puncak kejayaan Makassar pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin (1654-1660). Beliau raja yang giat menyebarkan agama Islam, tegas, adil bijaksana, dan sangat anti terhadap VOC (Belanda). Karena kegigihannya menghadapi VOC, mendapatkan julukan ‘Ayam Jantan dari Timur’. Sayang penjuangan Hasanudin mendapat pengkhianatan dari raja Bone yaitu Aru Palaka yang bersekutu dengan Belanda, untuk menghancurkan Makassar. Hasanudin terdesak dan dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya tahun 1667 yang berarti Kerajaan Makassar berakhir.

Kerajaan Ternate dan Tidore

Kerajaan Ternate berdiri sekitar abad ke -13 dengan ibu kota Sampalu. Kerajaan Ternate berkembang berkat hasil rempah – rempah terutama cengkeh. Pada abad ke -14 kerajaan Ternate menjadi kerajaan Islam dengan Rajanya Zaenal Abidin, ia memerintah dari tahun 1486 – 1500. Pada masa kekuasaan Sultan Babullah kerajaan Ternate mencapai puncak keemasan, karena sebagai pusat perdagangan rempah – rempah.

Sedangkan Kerajaan Tidore mencapai puncak keemasannya pada masa pemerintahan Sultan Nuku. Kerajaan Ternate dan Tidore hidup berdampingan secara damai, tetapi setelah datang orang – orang Portugis dan Spanyol ke Maluku, kedua kerajaan tersebut berhasil diadu domba (dipecah belah), sehingga kedua kerajaan tersebut sering terjadi persaingan, tetapi akhirnya Ternate dan Tidore bersatu dan berhasil mengusir Portugis dari Maluku.

Daerah Maluku telah lama dikenal sebagai daerah penghasil rempah-rempah terpenting. Di Maluku berdiri beberapa kerajaan antara lain Ternate, Tidore, dan Jailolo. Di antara kerajaan-kerajaan itu Sering terjadi perselisihan akibat persaingan untuk menguasai perdagangan dan daerah penghasil rempah-rempah. Di antara kerajaan-kerajaan di atas hanya Kerajaan Ternate dan Tidore yang berkembang pesat.

Kerajaan Tidore

Berdiri sejak abad ke-13. Tidore tumbuh sebagal Kerajaan Maritim. Sebagai akibat meningkatnya permintaan rempah-rempah di pasaran internasional timbullah persaingan dagang antara Ternate dan Tidore untuk membentuk persekutuan dagang.

  • Persekutuan Uli-Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore.
  • Persekutuan Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate.

Puncak kejayaan Tidore pada saat diperintah oleh Sultan Nuku. Beliau berhasil mengadu domba antara Belanda dan Inggris yang mencoba mengambil keuntungan perdagangan di Tidore.

Kerajaan Ternate

Berdiri pada abad ke-15, ibu kotanya Sampalu. Ternate banyak didatangi pedagang dari berbagai negeri. Bidang keagamaan bertambah pesat. Pemuda-pemuda Ternate banyak yang belajar agama di Jawa. Khususnya pondok pesantren yang diasuh oleh Sunan Giri. Sultan Ternate, Zainal Abidin pun masa mudanya belajar di pondok pesantren Sunan Giri. Puncak kejayaan Temate saat diperintah oleh Sultan Baabullah. Tahun 1575 Sultan Baabullah berhasil mengusir Portugis dari negerinya.

Untuk menjaga kedaulatannya, Baabullah membangun angkatan laut yang kuat, terdiri dari loo buah perahu kora-kora bersenjata lengkap.

Kerajaan Banjar

Sejarah Kerajaan Banjar diketahui dari Hikayat Banjar. Pendiri Kerajaan Banjar secara sederhana adalah istilah terkait dengan Pangeran Samodra pada abad ke-16. Letaknya di Muara Sungai Nagara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Semula Kerajaan Banjar di bawah kekuasaan Kerajaan Negara Daha. Atas bantuan Kerajaan Demak, Pangeran Samodra dapat mengalahkan Negara Daha dengan perjanjian untuk masuk Islam beserta rakyatnya. Sejak saat inilah Kerajaan Banjar mengalami perkembangan perdagangan yang maju. Barang dagangan yang dihasilkan di antaranya manik-manik, kapur barus, dan emas. Setelah masuk Islam Pangeran Samodra bergelar Sultan Suryanullah.

Menarik lainnya

© 2024 Pengertian.Apa-itu.NET