Kedudukan Niat dalam Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan

Terdapat dalil yang menjadi landasan hukum sebuah niat dalam melakukan ibadah, termasuk ibadah puasa di bulan ramadhan. Bahwasannya, ibadah tanpa didasari niat yang ikhlas maka tiada mendapatkan keutamaan dari ibadah tersebut. Diantaranya adalah sebagai berikut.

اِنَّآ اَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللّٰهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّيْنَۗ

Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (Al-Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya” (Q.S. Az-Zumar:2)

Kemudian, dalam firman Allah SWT dalam Surat Al-Bayyinah ayat 5 yang berbunyi:

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

Artinya: “ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.S. Al-Bayyinah:5)

Dalam hadist HR Bukhari dan Muslim juga menjelaskan hal itu. Hadist itu dapat diartikan sebagai berikut ini.

“Sesungguhnya setiap perbuatan itu diberi ganjaran sesuai dengan niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan niatnya, maka barangsiapa yang hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya untuk urusan dunia, atau untuk wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah untuk apa yang diniatkannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kedua dasar baik Al-Qur’an dan Hadits tersebut dengan jelas telah menunjukkan, bahwa setiap perbuatan tidaklah memiliki arti apa-apa dalam pandangan syari’at jika tidak disertai dengan niat yang ikhlas. Dengan demikian, kedudukan niat dalam hal itu sebagai pembeda antara perbuatan yang sah (diterima syariat) dengan perbuatan yang tidak sah (tidak diterima syariat).

Kata “innama” pada hadits tersebut adalah sebagai pembatas. Dimana kata tersebut bertujuan sebagai penetap suatu perbuatan dan meniadakan perbuatan-perbuatan lain. Tentu saja yang dimaksud adalah perbuatan yang bertolak belakang dengan perbuatan yang ditetapkan tersebut.

Hakikat dari niat adalah bermaksud atau menyengaja (al-qashd), tempatnya adalah di dalam hati. Menurut pandangan lain, niat adalah bermaksud di hati dan dibuktikan dengan perbuatan. Oleh karena itu, sesuatu yang “diniatkan” dalam hati tetapi tidak dilaksanakan oleh indera, tidaklah (belum) termasuk niat.

Menarik lainnya

© 2023 Pengertian.Apa-itu.NET