Sanksi Norma Kesopanan

Sanksi norma kesopanan biasanya ringan. Orang yang melanggar akan dipandang sinis, tak tau sopan santun, tidak menghargai budaya setempat, tidak respek terhadap orang-orang di sekitar, dan sebagainya. Pemegang otoritas yang menerapkan sanksi adalah masyarakat itu sendiri. Tindakan masyarakat dalam memberi sanksi biasanya berupa teguran.

Sebagai contoh, kita melihat ada dua orang jalan tanpa celana. Pertama-tama kita berpikir bahwa mereka orang gila. Namun ternyata mereka orang waras yang sedang melakukan eksperimen sosial. Kita tegur mereka karena eksperimen yang mereka lakukan melampaui batas kesopanan.

Contoh lain, seorang anak manggil bapaknya dengan namanya saja. Tidak pake embel-embel ”pak”,”dad”, dan sebagainya. Kita akan mencela bahwa anak itu anak gemblung. Tapi ketika kita ketahui ternyata mereka bule asli Amerika, kita jadi maklum karena itu norma mereka. Apa yang kita anggap tidak sopan, justru sopan menurut kultur mereka.

Contoh lain lagi, yaitu seorang siswa yang menggil gurunya ”cui” ketika sedang belajar di kelas. Siswa seperti ini tidak menunjukkan respek terhadap sesamanya. Beda ketika di luar sekolah dimana mereka sohib akrab dan saling menyapa dengan istilah ”cui”. Konteks pergaulan di luar kelas berbeda dengan konteks belajar di kelas.

Sampai di sini, kita sudah mendapat gambaran bahwa norma ini sangat tergantung pada ruang, waktu, dan konteksnya. Bisa saja, apa yang kita anggap sopan justru tidak sopan di masyarakat lain. Oleh karena itu, memahami norma ini penting dilakukan terutama bila kita berada di tempat-tempat yang baru. Memahami norma kesopanan merupakan salah satu upaya kita ”membaca” kondisi sosial dan masyarakatnya.

Menarik lainnya

© 2023 Pengertian.Apa-itu.NET