Penghapusan Piutang Menurut Akuntansi Pajak

Pasal 6 ayat (1) huruf h UU No.36 Tahun 2008 mengatur, beban piutang tidak tertagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:

  1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
  2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
  3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

  4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaamya diatur lebih lanjut dengan berdasarkan Menteri Keuangan.

    Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir. Yang dimaksud usaha maksimal atau terakhir apabila merujuk pada Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 jo.

UU PPh jelas menegaskan bahwa pembebanan penghapusan piutang tidak tertagih menganut prinsip realisasi dengan menggunakan Metode Penghapusan Langsung (Direct Write-off Method) sepanjang memenuhi syarat-syarat di atas.

Metode Penyisihan tidak diperkenankan oleh peraturan perpajakan, sehingga apabila WP menggunakan metode Penyisihan maka harus melakukan koreksi dan melakukan pembebanan dengan menggunakan metode langsung atas piutang yang tidak dapat ditagih yang telah memenuhi syarat yang ditentukan peraturan perpajakan.

. 

Menarik lainnya

© 2023 Pengertian.Apa-itu.NET