CONTOH KONFLIK SOSIAL

  1. KONFLIK ANTAR MAHASISWA

Aksi perampasan kaset video rekaman tawuran berbuntut konflik antara pelajar SMA Negeri 6 Jakarta dengan sejumlah wartawan. Korban luka pun berjatuhan dari kedua belah pihak. Sebagai golongan terdidik, pelajar sudah semestinya meninggalkan kebiasan tawuran yang jelas barbar.

Tawuran antar mahasiswa memberikan citra Kepala buruk bagi dua SMA unggulan, peristiwa tersebut juga melukai dunia jurnalistik dan pendidikan. Menyikapi hal itu,

  1. KONFLIK ANTAR AGAMA

Sebuah bom yang disembunyikan dalam sebuah truk relawan keamanan meledak di provinsi Narathiwat, mencederai tiga orang. Aksi itu terjadi sehari setelah seorang bocah Muslim berusia dua tahun tewas akibat ditembak ketika naik motor bersama ayahnya.

Sepasang warga Buddha juga ditembak ketika mereka naik kendaraan menuju sebuah pasar di provinsi Pattani. Sebuah bom di Yala mencederai penjual buah-buahan.

Lebih dari 4.100 orang Buddha dan Muslim tewas dalam enam tahun aksi kekerasan di provinsi paling selatan Thailand ketika etnik Melayu yang Muslim berjuang bagi satu otonomi dari negara yang berpenduduk mayoritas beragama Buddha itu.

  1. PT Freeport Indonesia dan Konflik Konflik Sosial di Papua

Maret 1967, PT Freeport Indonesia Incorporate (FII) perusahaan yang dibentuk oleh Freeport Internasional, yang diwakili oleh Forbes Wilson menanda tangani Kontrak Karya untuk usaha penambangan di wilayah Pegunungan Selatan Jayawijaya di Gunung Erstberg atau dalam bahasa Amungme disebut Yelsegel Ongopsegel.

Pada 5 April 1967 Menteri Pertambangan RI Slamet Branata dan Perwakilan Freeport menandatangani Kontrak Karya pertama selama 30 tahun untuk pengembangan tambang Ertsberg. Kini gunung Erstberg sudah berubah menjadi lubang raksasa yang kemudian diberi nama ”Danau Wilson.” Nama ini diberikan sebagai penghormatan kepada tuan Forbes Wilson.

pertumpahan darah untuk mendapat sejengkal tanah. Kini masyarakat setempat akan menanggung semua resiko baik dampak lingkungan mau pun dampak sosial akibat perubahan perubahan modernisasi yang keliru.

  1. Pembantaian Warga di Mesuji Lampung

Tragedi kemanusian kembali terjadi di Mesuji dan Sodong di Lampung. Bentrokan terjadi antara warga dan polisi yang dipicu oleh konflik lahan antara petani dan perusahaan perkebunan serta penyerobotan lahan pada bulan November lalu.

Kejadian itu dipicu konflik sengketa lahan antara warga dan perusahaan perkebunan sawit  PT. Silva Inhutani milik warga negara Malaysia  bermaksud melakukan perluasan lahan dengan membuka lahan untuk menanam kelapa sawit dan Foto Pembantaian Warga di Mesuji Lampung karet namun selalu ditentang penduduk setempat.

Akhirnya PT. Silva Inhutani membentuk PAM Swakarsa yang juga dibekingi aparat kepolisian untuk mengusir penduduk. Pasca adanya PAM Swakarsa terjadilah beberapa pembantaian sadis dari tahun 2009 hingga 2011. Akibat sengketa tanah itu akhirnya Foto Pembantaian Warga di Mesuji Lampung memicu adanya dugaan pelanggaran HAM terhadap warga Mesuji oleh aparat keamanan. Akhirnya warga Mesuji Propinsi Lampung mendatangi komisi III DPR di Gedung DPR / MPR  Jakarta, pada hari Rabu 14 Desember 2011.

  1. Kisruh Menjelang Pemilukada Provinsi NAD

Massa tiba dan berkumpu l di Mesjid Agung Darussalihin Kota Idi sekitar pukul 10:00 Wib, mengusung sejumlah spanduk dan poster yang berisi dukungan terhadap tahapan Pemilukada. Mereka melakukan long march (berjalan kaki) menuju Kantor DPRK.

Koordinator aksi Tgk Muzakir Daud di halaman DPRK dalam orasinya menyebutkan, aksi itu mereka lakukan karena DPRK Aceh Timur mencoba melawan perundang-undangan di Indonesia. Perwakilan massa menyerahkan pernyataan sikap bersama ke kantor dewan, yang diterima oleh pegawai skretariat dewan.

Setelah iru massa bertolak kekantor KIP Aceh Timur untuk melakukan aksi demo meminta Kepada KIP agar menjalankan pemilukuada sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.Sementara itu, Ketua KIP Aceh Timur, Iskandar A Gani mengatakan, pihaknya akan menjalankan tahapan pemilukada sesuai dengan peraturan dan jadwal yang telah ditetapkan. KIP tidak dalam posisi menerjemahkan regulasi tetapi KIP hanya melaksanakan regulasi yang ada sesuai dengan perundang-undangan.

  1. UU Pengadaan Tanah Mesti Diperjelas

Undang-undang (RUU) Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum telah diberlakukan, seyogianya berbagai hal dalam regulasi tersebut lebih diperjelas. Dengan demikian, biaya sosial (konflik) yang berpotensi muncul bisa diminimalkan.

Ahli perencanaan kota dari Universitas Tarumanagara (Jakarta), Suryono Herlambang, mengatakan hal tersebut di Jakarta. Hal lain, ketentuan pengajuan keberatan dari pemilik lahan sedari Pemerintah Provinsi sampai ke  MA (Mahkamah Agung) yang maksimal 70-an hari, bagi sebagian warga mungkin terlalu singkat.

Kata Suryono, buat warga berpenghasilan rendah yang tidak punya akses bagus ke birokrasi, waktu tersebut tidak cukup. Saat ini, angka konflik pertanahan di Indonesia jauh lebih besar daripada konflik rumah tangga. “Dan kalau tidak ada kejelasan dalam Undang-undang Pengadaan Tanah itu, konflik bisa saja terus naik.”

  1. Konflik Di Tanjung Priok

Priok berdarah terulang lagi. Sejumlah orang luka parah dan ringan dalam upaya penggusuran makam Mbah Priok. Bahkan� tiga di antaranya meregang nyawa. Bagaimana sebenarnya koordinasi aparat keamanan sehingga upaya penertiban berubah menjadi kerusuhan massal?

Menurut catatan detikcom, Kamis (14/4/2010) pagi buta, ribuan anggota Satpol PP telah berdatangan ke Koja, Jakarta Utara. Hari itu mereka mantap akan menggusur bangunan tak berizin di areal makam Habib Hasan bin Muhammad al Haddad alias Mbah Priok. Mereka melengkapi diri dengan helm, tameng, serta pentungan.

Namun siapa nyana. Ratusan warga setempat melakukan perlawanan. Mereka tak mundur selangkah pun saat ribuan annggota Satpol PP Pemrov DKI merangsek. Diawali saling teriak antara dua kubu. Tapi sesaat kemudian, perang pun pecah. Batu, kayu serta benda-benda keras lainnya berterbangan di udara. Bom molotov ikut dilemparkan dan senjata tajam dihunus. Massa dan aparat Satpol PP sama-sama beringas.

Saling serang, saling gebuk satu sama lain. Korban pun satu persatu berjatuhan dari kedua belah pihak. Ratusan orang luka ringan dan parah. Bahkan dua orang anggota Satpol PP meregang nyawa.

Suasana mencekam berlanjut hingga malam hari. Puluhan mobil milik Satpol PP dibakar massa. Arus lalu lintas menuju terminal peti kemas Pelindo pun terputus untuk beberapa jam.

  1. Usut Dana Kemanusiaan Poso

Konflik Poso yang telah memakan banyak korban membuat pemerintah pusat mengucurkan dana sekitar RP. 162 milyar untuk menangani bebagai kerusakan. Para pengunjuk rasa menyatakan telah terjadi korupsi pada dana kemanusiaan tersebut. Mereka meminta pemerintah mengusut korupsi dana kemanusiaan untuk Poso.

  1. konflik massal 1998-2001 Di Poso

Poso membara! Rentetan kekerasan bahkan terus bergulir pasca konflik massal 1998-2001. Peledakan bom, perampokan bersenjata, pembunuhan warga masyarakat dan aparat seakan tanpa ujung. Sekian banyak peristiwa kekerasan bernuansa teror terus terjadi tanpa dapat diungkap pelakunya.

Sabtu, 29 Oktober 2005, Poso gempar lagi. Pagi itu ditemukan tiga tubuh siswi berseragam SMU bersimbah darah, tanpa kepala, tergeletak mengenaskan di jalan setapak Bukit Bambu. Tak lama kemudian, tiga kepala siswi tersebut ditemukan di dua tempat berbeda, disertai surat ancaman untuk mencari kepala-kepala lain.

Bagi warga Kabupaten Poso khususnya, dan Propinsi Sulawesi Tengah pada umumnya, insiden itu menimbulkan klimaks ketidakpercayaan terhadap pemerintah, aparat keamanan, maupun penegak hukum.

Takut dan putusasa menghinggapi mereka. Di kancah nasional, peristiwa mutilasi 3 siswi itu merebak menjadi isu panas di media massa, DPR, Pemerintah Pusat, Komnas HAM, bahkan di kalangan masyarakat internasional.

Melalui Pansus Poso DPR RI meminta Menkopolhukam dan sejumlah menteri terkait, termasuk Kapolri dan Panglima TNI, untuk menjelaskan situasi Poso. Sementara itu merebak isu bahwa semuanya itu hanya `kerjaan orang-orang berseragam`.

Mengingat kredibilitas Polri dan Pemerintah RI dipertaruhkan, Kapolri menugaskan Kabareskrim untuk mengungkap kasus ini dan menangkap pelakunya. Kabareskrim membentuk Satuan Tugas Khusus. Targetnya jelas: kapan pun kasus ini harus terungkap.

Ternyata, ini hanya awal dari investigasi penuh risiko terhadap puncak gunung es kekerasan. Berhadapan dengan realita bongkahan gunung es yang tersembunyi di bawah permukaan, investigasi menjadi begitu penuh risiko.

Nyawa para anggota Satgas menjadi taruhan, karena harus berhadapan dengan jaringan yang efektif sekali menggerakkan kaki tangannya untuk menebar maut. Buku ini saya harapkan dapat memotivasi seluruh penyidik untuk menuliskan pengalaman tugas mereka.

  1. Konflik Perbatasan Timor Leste Kembali Mencuat

Konflik di kawasan perbatasan antara Indonesia dengan Timor Leste kembali mencuat di wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara dengan Distrik Ambenu, menyusul klaim dari warga Ambenu terhadap areal pertanian seluas enam hektar.

Anggota DPD Sarah Lery Mboeik yang tengah melakukan kunjungan ke perbatasan dengan Timor Leste ketika dikontak melalui telepon seluler di Kefamenanu, Selasa mengatakan, perebutan lahan di garis perbatasan antara Timor Tengah Utara dengan Distrik Ambenu agar segera diatasi pemerintah “Persoalan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, pemerintah harus mengantisipasi konflik sebelum terjadi pertumpahan darah,”katanya.

Dia mengatakan, wilayah yang diklaim itu terletak di Desa Obe, Kecamatan Bikomi Nululat, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Lahan itu diklaim oleh warga dari Distrik Ambenu, Timor Leste, sebagai milik mereka dan mendapat protes keras dari warga Bikomi Nunulat.

Traktat 1904 tersebut, kata dia, berkaitan dengan pembagian wilayah kekuasaan antara penjajah Belanda yang menguasai Timor bagian barat dan penjajah Portugis yang menguasai wilayah Timor bagian timur yang kini dikenal sebagai negara Timor Leste.Sebelumnya, Departemen Luar Negeri Indonesia telah mengirim surat protes kepada pemerintah Timor Leste untuk meminta negara tetangga itu mematuhi perjanjian perbatasan tiga wilayah yang masih dalam sengketa.

“Sehubungan dengan penyerobotan lahan oleh pemerintah Timor Leste di tiga wilayah yang masih disengketakan, Departemen Luar Negeri telah mengirim surat protes kepada pemerintah Timor Leste,” kata Komandan Korem 161 Wirasakti Kupang Kolonel Inf Dody Usodo Hargo di Kupang.

Tiga daerah perbatasan yang masih disengketakan itu adalah Desa Manusasi, Kecamatan Miomafo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara seluas 100 hektare (ha), Distrik Oeccuse-Timor Leste, Desa Memo, Kecamatan Miomafo Timur dan Desa Noelbesi, Kecamatan Amfoang Utara, Kabupaten Kupang seluas 1.036 ha.

Wilayah yang disengketakan itu tersebut, katanya, sesuai perjanjian antara Timor Leste dan Indonesia, tidak boleh ada aktivitas apapun sebelum proses penyelesain berakhir.

Itulah ulasan nya, Semoga apa yang diulas diatas bermanfaat bagi pembaca. Sekian dan Terima Kasih.

Menarik lainnya

© 2023 Pengertian.Apa-itu.NET